MEDAN MAKNA
Dosen
Pembimbing : Roziah., S.Pd., M.A
Disusun
Oleh : Kelompok II Kelas 6A
Depi Susanti
Diana
Dona sutriani
Elisa
Enggriani
wartati
Epi Yunita
Era Lupita
Epita Kurnia
Dewi
Program Studi Pendidikan Bahasa dan
Sastra Indonesia
Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Islam Riau
Pekanbaru
2012
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah,
penulis ucapkan kehadirat Allah Swt, yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan penulisan makalah yang berjudul “Madan Makna”. Shalawat beriring
salam penulis haturkan atas junjungan Nabi Besar Muhammad Saw, yang berjasa
besar dalam membangun akhlak manusia. Sehingga menjadi manusia yang beradab dan
berilmu pengetahuan seperti saat sekarang ini.
Makalah ini disusun dengan tujuan
untuk memenuhi tugas kelompok dan untuk menambah pengetahuan tentang semantik
bahasa Indonesia, terutama dalam pengenalan “Medan Makna”. Penulis mengucapkan
terimakasih kepada:
1. Ibu Roziah., S.Pd., M.A selaku dosen
pembimbing yang telah banyak meluangkan
waktu dan pikiran demi memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis.
2. Orang
tua yang selalu memberikan motivasi dan semangat serta selalu mendoakan
penulis, sehingga bisa menyelesaikan penyusunan makalah ini.
3. Teman-teman
yang telah membantu dan mendukung dalam penyelesaian makalah ini
Penulis
telah berusaha semaksimal mungkin dalam
penyempurnaan makalah ini. Namun jika masih terdapat kesalahan, penulis
mohon maaf. Penulis menerima kritik dan saran dari pembaca sebagai
penyempurnaan makalah ini.
Pekanbaru,
27 Pebruari 2013
Kelompok
II
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR................................................................................. i
DAFTAR
ISI............................................................................................... ii
BAB
I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah.............................................................. 1
1.5 Tujuan
Penulisan....................................................................... 1
1.6 Manfaat
Penulisan..................................................................... 2
BAB
II PEMBAHASAN MEDAN MAKNA
2.1 Medan
Makna............................................................................. 3
2.2 Jangkauan
Makna....................................................................... 3
2.3 Medan Makna Dalam Masoer
Pateda......................................... 4
2.4 Teori Medan Makna................................................................... 6
BAB
III PENUTUP
3.1
Kesimpulan.................................................................................. 8
3.2
Saran............................................................................................ 8
DAFTAR
PUSTAKA.................................................................................. 9
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Sebagai salah satu
komponen bahasa semantik merupakan salah satu komponen yang tidak bisa
dilepaskan dari linguistik. Tanpa membicarakan makna pembahasan linguistik
belum dianggap lengkap karena sesungguhnya tindakan berbahasa itu, tidak
terlepas dari upaya untuk
menyampaikan makna-makna yang terkandung
dalam bahasa. Kajian makna sebagai objek dalam bidang semantik memang sangat
rumit persoalannya, karena bukan hanya menyangkut persoalan dalam bahasa saja
tetapi juga merambah ke dalam persoalan
di luar bahasa. Faktor-faktor lluar bahasa seperti masalah agama, pandangan
hidup, budaya norma dan tata nilai yang berlaku dalam masyarakat turut
meruetkan persoalan semantik.
Dalam
makalah ini akan memaparkan bagian dari semantik, namun hanya dibatasi pada
persoalan medan makna. Dari rumitnya persoalan mengenai masalah dari semantik
ini, maka muncullah berbagai macam ilmu yang menelaah tentang semantik yang
khusus maknanya dipengaruhi oleh budaya. Berbagai macam realitas kehidupan,
budaya sangat mempengaruhi bahasa seseorang. Bahasa dan kebudayaan berkaitan
erat, karena berbagai macam bahasa yang ada dinusantara terlahir dari berbagai
macam budaya pula. Sehingga berbagai macam pula bahasa yang muncul dan
memerlukan telaah yang lebih mendalam lagi terhadap bahasa yang dipengaruhi
oleh hal-hal diluar bahasa itu sendiri.
1.2 Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan
makalah yang berjudul “Medan Makna” adalah agar pembaca mengetahui apa apa saja
yang terdapat didalam bidang semantik terutama di dalam pengenalan “Medan
Makna”.
1.6
Manfaat Penulisan
Manfaat dari penulisan
makalah ini adalah memberikan pengetahuan yang lebih dalam bidang Semantik,
baik manfaat praktis maupun teoretis. Manfaat praktisnya, penelitian ini
berguna bagi pengembangan ilmu pengetahuan terutama
pengkajian dalam bidang semantik. Sedangkan manfaat teoretisnya penulisan
makalah ini diharapkan memberikan
sumbangan bagi khazanah ilmu bahasa, linguistik, khususnya semantik. Dalam
penulisan makalah ini diharapkan juga akan menimbulkan inspirasi bagi peminat
bahasa untuk meneliti lebih lanjut mengenai medan makna.
BAB II
PEMBAHASAN
2 .1 Medan Makna
Pengertian dari medan makna
adalah salah satu kajian utama dalam semantik. Medan makna merupakan bagian
dari sistem semantik bahasa yang menggambarkan bagian dari bidang kebudayaan
atau realitas dalam alam semesta tertentu yang direalisasikan oleh seperangkat
unsur leksikal yang maknanya berhubungan. Di dalam medan makna, suatu kata
terbentuk oleh relasi makna kata tersebut dengan kata lain yang terdapat dalam medan
makna itu. Sebuah medan makna, menurut Trier (1934), dapat diibaratkan sebagai
mosaik. Jika makna satu kata bergeser, makna kata lain dalam medan makna
tersebut juga akan berubah (Trier, dalam Lehrer, 1974:16)
Harimurti
1982 dalam Abdul Chaer (2009:110) menyatakan bahwa “medan makna (semantic field), semantic domain)
adalah bagian dari system semantic bahasa yang menggambarkan bagian dari bidang
kebudayaan atau realitas dalam alam semesta tertentu dan yang direalisasikan
oleh seperangkat unsur leksikal yang maknanya berhubungan” . Umpamanya,
nama istilah perkerabatan.
Nama-nama istilah perkerabatan di
Indonesia adalah anak, cucu, cicit, piut, bapak/ayah, ibu, kakek, nenek,
moyang, buyut, paman, bibi, saudara, kakak, adik sepupu, kemenakan, istri, suami,
ipar, mertua, menantu, dan besan. Kiranya istilah perkerabatan dalam bahasa
Indonesia masih belum lengkap. Kita masih belum punya istilah untuk hubungan
antara ego, misalnya, dengan ; (1)anak dari kemenakan, (2)anak dari sepupu, (3)
anak yang besan dari yang bukan menantu, (4) anak dari moyang, (5) anak dari
piut, dan sebagainya. Apalagi pembedaan istilah untuk paman dan bibi dari pihak
ibu dan pihak ayah.
Kata-kata
yang berada dalam satu medan makna dapat digolongkan menjadi dua, yaitu yang
termasuk golongan kolakasi dan
golongan set,
2.1.1 Kolokasi
Kolokasi
(berasal dari bahasa latin colloco
yang berarti ada ditempat yang sama
dengan ) menunjuk epada hubungan sintagmatikyang terjadi antara kata-kata
unsure-unsur leksikal itu. Misalnya Tiang
layar perahu nelayan itu patah dihantam badai lalu perahu itu digulung ombak,
dan tenggelam beserta isinya, kita dapati kata-kata layar, perahu, nelayan, badai, ombak,
dan tenggelam yang merupakan
kata-kata dalam satu kolakasi; satu tempat atau lingkungan. Jadi, kata-kata
yang berkolokasi ditemukan bersama atau berada bersama dalam satu tempat atau
satu lingkungan.
2.1.2 Set
Set menunjuk pada
hubungan paradigmatik karena kata-kata atau unsur-unsur yang berada dalam suatu
set dapat saling menggantikan. Suatu set biasanya berupa sekelompok unsur
leksikal dari kelas yang sama yang tampaknya merupakan satu kesatuan setiap
unsur leksikal dalam suatu set dibatasi oleh tempatnya dalam hubungan dengan
anggota-anggota dalam set tersebut. Misalnya kata remaja merupakan tahap pertumbuhan antara kanak-kanak dengan dewasa;
sejuk adalah suhu diantara dingin dengan hangat.
2.2 Jangkauan Makna Kata
Benda, kegiatan, peristiwa, semuanya di beri
label yang disebut lambang. Setiap lambang dibebani unsur yang disebut makna.
Terkadang meskipun lambang itu berbeda-beda, tetapi makna lambang-lambang tersebut
memperlihatkan hubungan-hubungan makna. Ambillah kata-kata, membawa, memikul, menggendong,
menjinjing, menjunjung. Pertalian maknanya yakni seseorang yang menggunakan
tangan, kepala atau bahunya, memindahkan sesuatu dari tempat yang satu dari
ketempat yang lain. Dengan kata lain ada aktivitas. Aktivitas itu dilaksanakan
oleh manusia. Pada waktu melaksanakan kegiatan digunakan anggota badan berupa
tangan atau bahu. Dalam bayangan kita, ada benda yang menjadi objek kegiatan,
dan kegiatan dilaksanakan dari tempat yang satu ketempat yang lain.
Misalnya dalam kata membawa jika
dianalisis makna yang tekandung di dalamnya adalah ada aktivitas yang dilakukan
oleh manusia dengan menggunakan tangan, bahu atau kepala, dan kegiatan itu
dilakukan dari tempat satu ketempat yang lain. Makna yang baru disebut ini
adalah jangkauan makna yang dimiliki oleh kata membawa. Jangkauan makna inilah
yang disebut medan makna suatu kata. Dengan
demikian banyak kata yang dapat
dimasukkan kedalam jangkauan makna ini. Kata-kata itu dikatakan sebagai kata
yang memiliki medan makna yang sama. Jadi jika kita mengambil kata, misalnya
meja, maka terlihat bahwa meja tidak termasuk dalam jangkauan makna membawa.
Mengapa demikian, karena kata meja
tidak menyatakan makna adanya kegiatan yang berlangsung. Dan tidak ada manusia
yang berurusan dengan meja seperti
halnya dengan kata membawa.
2.3 Medan Makna dalam Mansoer
Pateda
Dalam
hubungannya dengan medan makna Nida 1974
dalam Mansoer Pateda (2001:225) mengatakan “sconsist
essentially of a group of meanings (by no means restricted to those reflected
in single word)which share certain semantic components.’’ Pada halaman yang
sama Nida berkata: ,’’semantic domain consist simpy of meaningd
which have common semantic components, Bagaimana hubungan makna termasuk dalam medan makna yang sama, bagaimana
luas dan sempitnya hubungan itu, dan pada tingkat apa dalam struktur hirarkinya dapat berfungsi, bergantung pada keseluruhan struktur semantik suatu bahasa.
Telah dikatakan makna yang tercantum di atas, bahwa setiap
bahasa sebagai sistem memiliki tingkat keterhubungan medan makna yang tercermin
dalam lambang –lambang yang di gunakan misalnya kata rasa . kata mana saja yang menjadi anggota kata rasa yang hubungan maknanya masih kelihatan. dengan
kata lain kata rasa menjadi kata yang
umum. Karena kata rasa berhubungan dengan manusia.
Dalam beberapa hal, medan makna yang
berbeda dapat di asoasikan dengan kelas
gramatikal yang sama, dalam keadaan lain , makna yang sama dapat dilambangkan dengan bentuk
dengan bentuk–bentuk gramatikal yang berbeda. Misalnya, kata cantik yang
termasuk medan makna abstrak yang
kualitatif , dapat muncul sebagai adjektiva( TBBI 2010:177 “ kata yang
memberikan keterangan yang lebih khusus tentang sesuatu yang dinyatakan oleh
nomina dalam kalimat”). Hal itu terlihat pada urutan pada kata gadis itu cantik, dapat juga dianggap
sebagai nomina( TBBI 2010:221 “nomina adalah kata benda”). Misalnya dalm urutan
kata kecantikannya belim tertandingkan dan
dapat juga dianggap sebagai verba, misalnya dalam kata ia selalu mempercantik diri.
Karena medan makna merupakan
kelompok kata yang saling terjalin kata-kata umum dapat mempunyai anggota yang
di sebut hiponim. hal itu tebukti dengan adanya kata tumbuhan yang mempunyai
hiponim bunga, durian, jagung ,kelapa,pisang ,sagu,tomat,ubi: kata binga
mempunyai hiponim :asater, bugentil, kamboja, matahari, supenir, tulip. Dengan
demikian deskripsi medan makna dapat saja perupa keberadaan medan makna itu
sendiri, baik medan makna berdiri secara terpisah dari medan makna yang lain maupun medan makna yang terikat dalam hubungan
dengan jaringan medan makna yang lebih luas. misalnya kata melihat yang mampunyai medan
makna sendiri, dan kata melihat di
hubungkan denagn kata-kata lain, seperti menatap, menengok, menyontek, mengintip.
Selain itu deskripsi medan makna dapat berupa keberadaan medan makna yang
menyiratkan stuktur dalam diri medan makna
itu sendiri yang dapat dilihat dari
hubungan kata-kata yang membentuk keterkaitan makna yang dapat menghasilkan
superordinat dan hiponim.
2.3.1 Hiponimi
Kata hiponimi berasal dari bahasa
yunani kuno, yaitu onoma yang berarti nama dan hypo berarti di bawah. Jadi secara
harfiah berarti nama yang termasuk dibawah nama lain. Secara semantik Verhaar
1978 dalam Abdul Chaer (2009: 99)
menyatakan “ hiponim ialah ungkapan (biasanya berupa kata, tetapi
kiranya dapat juga frase atau kalimat) yang maknanya dianggap merupakan bagian dari makna suatu ungkapan lain”.
Misalnya kata tongkol merupakan hiponim terhadap kata ikan. Sebab kata tongkol berada atau termasuk dalam makna kata ikan. Kalau relasi antara dua bua kata yang bersinonim, berantonim,
dan berhomonim bersifat dua arah maka relasi antara dua buah kata yang
berhiponim ini adalah searah. Jadi kata tongkol
berhiponim terhadap kata ikan.
Bersinonim menurut KBBI (2008:1315) adalah “ Hubungan antara bentuk bahasa yang
mirip atau sama maknanya”. Menurut Henry Guntur Tarigan (2009:14) sinonim
adalah “ penggantian kata-kata”. Sedangkan berantonim/ antonimi menurut KBBI
(2008:77) “ oposisi makna dalam pasangan leksikal yang dapat dijenjangkan misal
tinggi rendah”. Menurut Henri Guntur Tarigan (2009: 29)“ antonim adalah
kata-kata yang mengandung makna yang berlawanan atau berkebalikan. Dan terakhir
berhomonim/homonimi dalam KKBI (2008: 506) “hubungan antara dua kata yang
ditulis dan/ atau dilafalkan dengan cara yang sama, tetapi yang tidak mempunyai
makna yang sama. Menrut Henry Guntur Tarigan (2008:25) “homonim adalah
kata-kata yang sama bunyinya tetapi mengandung arti serta pengertian yang
berbeda”.
2.4
Teori
Medan Makna
Istilah teori medan makna atau theory of semantic field atau field-theory
berkaitan dengan teori bahwa perbendaharaan kata dalam suatu bahasa
memeiliki medan struktur, baik secara leksikal maupun konseptual yang dapat
dianalisis secara sinkronis, diakronis maupun paradigmatik. Teori yang semula
dikembangkan oleh Herder (1772) dan Humboldt (1836) cukup mendapat perhatian
dari beberapa ahli. Salah satu kajiannya adalah dari Trier (1934) dalam
Aminuddin (2011:108) “bahwa dalam bahasa jerman terdapat kata kunts dan list yang sekitar tahun 1200
memiliki makna dalam kaitannya dengan nilai etis dan nilai lain di luar etika”.
Kedua kata tersebut tercakup dalam kata wisheit
yang mengandung makna “ pengalaman keagamaan” .
Toeri yang dikembangkan Trier tentang medan maknajuga memusatkan
perhatiannya pada adanya asosiasi hubungan kata secara paradigmatik. Dari
uraian diatas dapat disimpulkan bahwa teori medan makna selain berhubungan
dengan masalah relasi makna kata dari periode yang berbeda, asosiasi hubungan
kata secara paradigmatis sesuai dengan ciri referen dan konseptualisasinya.
Juga berhubungan dengan hubungan secara
internal antara kata yang satu dengan kata yang lainnya.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Semantik adalah salah
satu cabang linguistik atau cabang ilmu bahasa yang mengkaji atau menelaah
makna. Dari berbagai fenomena kehidupan budaya dan lingkungan masyrakat yang
beragam sangat berpengaruh terhadap bahasa yang digunakan pentur, sehingga
makna dari bahasa banyak dipengaruhi
oleh hal-hal di luar bahasa. Medan makna yang merupakan bagian dari
sistem semantik adalah salah satu cara untuk menelaah berbagai bahasa yang
maknanya menggambarkan ralitas kebudayaan yang direalisasikan oleh seperangkat unsur
leksikal yang maknyanya berhubungan.
3.2 Saran
Saran
dari penulis adalah agar kita terus belajar dan terus berfikir kritis terhadap
gejala-gejala yang ada didalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara. Kita harus mampu memahami dan menganalisa apa saja gejala yang
terjadi di dalam perkembagan bahasa yang terus dipengaruhi oleh budaya-budaya
yang ada, baik di luar negeri maupun di dalam negeri.
DAFTAR PUSTAKA
Djajasudarma,
Fatimah. 2009. Semantik 2 Pemahaman Ilmu
Makna. Bandung: Refika Aditama.
Guntur
Tarigan, Henry. 1986. Pengajaran
Pragmatik. Bandung: Angkasa.
Pateda,
Mansoer. 2001. Semantik Leksikal.
Jakarta: PT Rineka Cipta.
Guntur
Tarigan, Henry. 2009. Pengajara Semantik.
Bandung: Angkasa
Chaer,
Abdul. 2009. Pengantar Semantik Bahasa
Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta
Chaer,
Abdul. 2002. Pengantar Semantik Bahasa
Indonesia. Jakarta: Rineka
Sugiyono,
DKK.2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: PT Gramedia
Aminuddin.
2011. Semantik Pengantar Studi Tentang
Makna. Bandung: Sinar Baru Algensindo.
Alwi,
Hasan, Dkk.2010. Tata Bahasa Baku Bahasa
Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar