Jumat, 15 Maret 2013

Medan Makna


MEDAN MAKNA

Harimurti 1982 dalam Abdul Chaer (2009:110) menyatakan bahwa “medan makna (semantic field, semantik domain) adalah bagian dari sistem semantik bahasa yang menggambarkan bagian dari bidang kebudayaan atau realitas dalam alam semesta tertentu dan yang direalisasikan oleh seperangkat unsur leksikal yang maknanya berhubungan”. Umpamanya, nama istilah berkerabatan. Nama-nama istilah berkerabatan di indonesia adalah anak, cucu, cicit, piut, bapak/ayah, ibu, kakek, nenek, moyang, buyut, paman , bibi, saudara, kakak, adik sepupu, kemenakan, istri, suami, ipar, mertua, menantu , dan besan.
Jadi, medan makna itu merupakan makna yang dipakai oleh kebudayaan dan masyarakat secara menyeluruh yang maknanya berhubungan dengan kehidupan budaya tersebut. Misalnya, nama istilah pakaian, ada celana, baju, kain sarung, kain panjang dan sebagainya. Istilah lain dari peralatan mandi, dalam istilah tersebut ada kata handuk, gayung, sabun mandi, sampo, sikat gigi, odol gigi, pencuci muka dan sebagainya.
Menurut chaer (2009:111) “kata-kata yang berada dalam satu medan makna dapat digolongkan menjadi dua, yaitu termasuk golongan kolakasi dan golongan set”.  Kolakasi (berasal dari bahasa latin colloco yang berarti ada ditempat yang sama dengan) menunjukan kepada hubungan sintagmatik yang terjadi antara kata-kata unsur-unsur leksikal itu. Maksudnya hubungan makna pada satu tempat atau lingkungan. “misalnya baju, celana, kain panjang, kain sarung, selendang, jaket, di dalam lemari di dalam kamar” yang merupakan kata-kata dalam satu kolakasi ditemukan bersama atau berada bersama dalam satu tempat atau lingkungan. Contoh lain di dalam istilah kamar kos-kosan ada kasur, bantal, tv, lemari, kamar mandi, boneka, buku, baju, kipas angin, piring, gelas, sendok setrika dan sebagainya.
Set menunjuk pada hubungan paradigmatik karena kata-kata atau unsur-unsur yang berada dalam suatu set dapat saling menggantikan. Suatu set biasanya berupa sekelompok unsur leksikal dari kelas yang sama yang tampaknya merupakan satu kesatuan setiap unsur leksikal dalam suatu set dibatasi oleh tempat dalam hubungan dengan anggota-anggota dalam set tersebut. Misalnya, padi, di tumbuk menjadi, beras, dimasak menjadi nasi, itu merupakan satu paket.

Jumat, 08 Maret 2013

Medan Makna (SEMANTIK)


UIR
MEDAN MAKNA
Dosen Pembimbing    : Roziah., S.Pd., M.A
Disusun Oleh             : Kelompok II Kelas 6A
Depi Susanti
Diana
Dona sutriani
Elisa
Enggriani wartati
Epi Yunita
Era Lupita
Epita Kurnia Dewi

Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Islam Riau
Pekanbaru
2012
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, penulis ucapkan kehadirat Allah Swt, yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya,  sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan makalah yang berjudul “Madan Makna”. Shalawat beriring salam penulis haturkan atas junjungan Nabi Besar Muhammad Saw, yang berjasa besar dalam membangun akhlak manusia. Sehingga menjadi manusia yang beradab dan berilmu pengetahuan seperti saat sekarang ini.
            Makalah ini disusun dengan tujuan untuk memenuhi tugas kelompok dan untuk menambah pengetahuan tentang semantik bahasa Indonesia, terutama dalam pengenalan “Medan Makna”. Penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1.       Ibu Roziah., S.Pd., M.A selaku dosen pembimbing  yang telah banyak meluangkan waktu dan pikiran demi memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis.
2.      Orang tua yang selalu memberikan motivasi dan semangat serta selalu mendoakan penulis, sehingga bisa menyelesaikan penyusunan makalah ini.
3.      Teman-teman yang telah membantu dan mendukung dalam penyelesaian makalah ini
Penulis telah berusaha semaksimal mungkin dalam  penyempurnaan makalah ini. Namun jika masih terdapat kesalahan, penulis mohon maaf. Penulis menerima kritik dan saran dari pembaca sebagai penyempurnaan makalah ini.
Pekanbaru, 27 Pebruari 2013

Kelompok II


DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................          i
DAFTAR ISI...............................................................................................          ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah..............................................................           1
1.5 Tujuan Penulisan.......................................................................              1
1.6 Manfaat Penulisan.....................................................................             2
BAB II PEMBAHASAN MEDAN MAKNA
2.1 Medan Makna.............................................................................            3
2.2 Jangkauan Makna.......................................................................            3
2.3 Medan Makna Dalam Masoer Pateda.........................................            4
2.4 Teori Medan Makna...................................................................             6
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan..................................................................................           8
3.2 Saran............................................................................................           8
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................          9  





BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang Masalah
          Sebagai salah satu komponen bahasa semantik merupakan salah satu komponen yang tidak bisa dilepaskan dari linguistik. Tanpa membicarakan makna pembahasan linguistik belum dianggap lengkap karena sesungguhnya tindakan berbahasa itu, tidak terlepas  dari upaya untuk menyampaikan  makna-makna yang terkandung dalam bahasa. Kajian makna sebagai objek dalam bidang semantik memang sangat rumit persoalannya, karena bukan hanya menyangkut persoalan dalam bahasa saja tetapi juga merambah  ke dalam persoalan di luar bahasa. Faktor-faktor lluar bahasa seperti masalah agama, pandangan hidup, budaya norma dan tata nilai yang berlaku dalam masyarakat turut meruetkan persoalan semantik.
          Dalam makalah ini akan memaparkan bagian dari semantik, namun hanya dibatasi pada persoalan medan makna. Dari rumitnya persoalan mengenai masalah dari semantik ini, maka muncullah berbagai macam ilmu yang menelaah tentang semantik yang khusus maknanya dipengaruhi oleh budaya. Berbagai macam realitas kehidupan, budaya sangat mempengaruhi bahasa seseorang. Bahasa dan kebudayaan berkaitan erat, karena berbagai macam bahasa yang ada dinusantara terlahir dari berbagai macam budaya pula. Sehingga berbagai macam pula bahasa yang muncul dan memerlukan telaah yang lebih mendalam lagi terhadap bahasa yang dipengaruhi oleh hal-hal diluar bahasa itu sendiri.
1.2  Tujuan Penulisan
            Tujuan dari penulisan makalah yang berjudul “Medan Makna” adalah agar pembaca mengetahui apa apa saja yang terdapat didalam bidang semantik terutama di dalam pengenalan “Medan Makna”.
 1.6 Manfaat Penulisan
            Manfaat dari penulisan makalah ini adalah memberikan pengetahuan yang lebih dalam bidang Semantik, baik manfaat praktis maupun teoretis. Manfaat praktisnya, penelitian ini berguna bagi pengembangan ilmu pengetahuan terutama pengkajian dalam bidang semantik. Sedangkan manfaat teoretisnya  penulisan makalah  ini diharapkan memberikan sumbangan bagi khazanah ilmu bahasa, linguistik, khususnya semantik. Dalam penulisan makalah ini diharapkan juga akan menimbulkan inspirasi bagi peminat bahasa untuk meneliti lebih lanjut mengenai medan makna.



























BAB II
PEMBAHASAN
2 .1 Medan Makna
Pengertian  dari medan makna adalah salah satu kajian utama dalam semantik. Medan makna merupakan bagian dari sistem semantik bahasa yang menggambarkan bagian dari bidang kebudayaan atau realitas dalam alam semesta tertentu yang direalisasikan oleh seperangkat unsur leksikal yang maknanya berhubungan. Di dalam medan makna, suatu kata terbentuk oleh relasi makna kata tersebut dengan kata lain yang terdapat dalam medan makna itu. Sebuah medan makna, menurut Trier (1934), dapat diibaratkan sebagai mosaik. Jika makna satu kata bergeser, makna kata lain dalam medan makna tersebut juga akan berubah (Trier, dalam Lehrer, 1974:16)
Harimurti 1982 dalam Abdul Chaer (2009:110)  menyatakan bahwa “medan makna (semantic field), semantic domain) adalah bagian dari system semantic bahasa yang menggambarkan bagian dari bidang kebudayaan atau realitas dalam alam semesta tertentu dan yang direalisasikan oleh seperangkat unsur leksikal yang maknanya berhubungan” . Umpamanya, nama  istilah perkerabatan.
            Nama-nama istilah perkerabatan di Indonesia adalah anak, cucu, cicit, piut, bapak/ayah, ibu, kakek, nenek, moyang, buyut, paman, bibi, saudara, kakak, adik sepupu, kemenakan, istri, suami, ipar, mertua, menantu, dan besan. Kiranya istilah perkerabatan dalam bahasa Indonesia masih belum lengkap. Kita masih belum punya istilah untuk hubungan antara ego, misalnya, dengan ; (1)anak dari kemenakan, (2)anak dari sepupu, (3) anak yang besan dari yang bukan menantu, (4) anak dari moyang, (5) anak dari piut, dan sebagainya. Apalagi pembedaan istilah untuk paman dan bibi dari pihak ibu dan pihak ayah.
Kata-kata yang berada dalam satu medan makna dapat digolongkan menjadi dua, yaitu yang termasuk golongan kolakasi dan golongan set,

2.1.1 Kolokasi
Kolokasi (berasal dari bahasa latin colloco yang  berarti ada ditempat yang sama dengan ) menunjuk epada hubungan sintagmatikyang terjadi antara kata-kata unsure-unsur leksikal itu. Misalnya Tiang layar perahu nelayan itu patah dihantam badai lalu perahu itu digulung ombak, dan tenggelam beserta isinya, kita dapati kata-kata layar, perahu, nelayan, badai, ombak, dan tenggelam yang merupakan kata-kata dalam satu kolakasi; satu tempat atau lingkungan. Jadi, kata-kata yang berkolokasi ditemukan bersama atau berada bersama dalam satu tempat atau satu lingkungan.
2.1.2 Set
Set menunjuk pada hubungan paradigmatik karena kata-kata atau unsur-unsur yang berada dalam suatu set dapat saling menggantikan. Suatu set biasanya berupa sekelompok unsur leksikal dari kelas yang sama yang tampaknya merupakan satu kesatuan setiap unsur leksikal dalam suatu set dibatasi oleh tempatnya dalam hubungan dengan anggota-anggota dalam set tersebut. Misalnya kata remaja merupakan tahap pertumbuhan antara kanak-kanak dengan dewasa; sejuk adalah suhu diantara dingin dengan hangat.
2.2 Jangkauan   Makna Kata
           Benda, kegiatan, peristiwa, semuanya di beri label yang disebut lambang. Setiap lambang dibebani unsur yang disebut makna. Terkadang meskipun lambang itu berbeda-beda, tetapi makna lambang-lambang tersebut memperlihatkan hubungan-hubungan makna. Ambillah kata-kata, membawa, memikul, menggendong, menjinjing, menjunjung. Pertalian maknanya yakni seseorang yang menggunakan tangan, kepala atau bahunya, memindahkan sesuatu dari tempat yang satu dari ketempat yang lain. Dengan kata lain ada aktivitas. Aktivitas itu dilaksanakan oleh manusia. Pada waktu melaksanakan kegiatan digunakan anggota badan berupa tangan atau bahu. Dalam bayangan kita, ada benda yang menjadi objek kegiatan, dan kegiatan dilaksanakan dari tempat yang satu ketempat yang lain.
            Misalnya dalam kata membawa jika dianalisis makna yang tekandung di dalamnya adalah ada aktivitas yang dilakukan oleh manusia dengan menggunakan tangan, bahu atau kepala, dan kegiatan itu dilakukan dari tempat satu ketempat yang lain. Makna yang baru disebut ini adalah jangkauan makna yang dimiliki oleh kata membawa. Jangkauan makna inilah yang disebut medan makna suatu kata. Dengan  demikian banyak kata  yang dapat dimasukkan kedalam jangkauan makna ini. Kata-kata itu dikatakan sebagai kata yang memiliki medan makna yang sama. Jadi jika kita mengambil kata, misalnya meja, maka terlihat bahwa meja tidak termasuk dalam jangkauan makna membawa. Mengapa demikian, karena kata meja tidak menyatakan makna adanya kegiatan yang berlangsung. Dan tidak ada manusia yang berurusan  dengan meja seperti halnya dengan kata membawa.
2.3 Medan Makna dalam Mansoer Pateda
Dalam hubungannya dengan medan makna  Nida 1974 dalam Mansoer Pateda (2001:225) mengatakan “sconsist essentially of a group of meanings (by no means restricted to those reflected in single word)which share certain semantic components.’’ Pada halaman yang sama Nida berkata:  ,’’semantic domain consist simpy of meaningd which have common semantic components, Bagaimana hubungan  makna termasuk dalam medan makna yang sama, bagaimana luas dan sempitnya hubungan itu, dan pada tingkat apa dalam struktur  hirarkinya dapat berfungsi, bergantung  pada keseluruhan struktur semantik suatu bahasa.
            Telah dikatakan  makna yang tercantum di atas, bahwa setiap bahasa sebagai sistem memiliki tingkat keterhubungan medan makna yang tercermin dalam lambang –lambang yang di gunakan misalnya kata rasa . kata mana saja yang menjadi anggota kata rasa  yang hubungan maknanya masih kelihatan. dengan kata lain kata rasa menjadi kata yang umum. Karena kata rasa berhubungan dengan manusia.
            Dalam beberapa hal, medan makna yang berbeda dapat di asoasikan  dengan kelas gramatikal yang sama, dalam keadaan lain , makna  yang sama dapat dilambangkan dengan bentuk dengan bentuk–bentuk gramatikal yang berbeda. Misalnya, kata cantik yang termasuk medan makna abstrak  yang kualitatif , dapat muncul sebagai adjektiva( TBBI 2010:177 “ kata yang memberikan keterangan yang lebih khusus tentang sesuatu yang dinyatakan oleh nomina dalam kalimat”). Hal itu terlihat pada urutan  pada kata  gadis itu cantik, dapat juga dianggap sebagai nomina( TBBI 2010:221 “nomina adalah kata benda”). Misalnya dalm urutan kata kecantikannya belim tertandingkan dan dapat juga dianggap sebagai verba, misalnya dalam kata ia selalu mempercantik diri.
            Karena medan makna merupakan kelompok kata yang saling terjalin kata-kata umum dapat mempunyai anggota yang di sebut hiponim. hal itu tebukti dengan adanya kata tumbuhan yang mempunyai hiponim bunga, durian, jagung ,kelapa,pisang ,sagu,tomat,ubi: kata binga mempunyai hiponim :asater, bugentil, kamboja, matahari, supenir, tulip. Dengan demikian deskripsi medan makna dapat saja perupa keberadaan medan makna itu sendiri, baik medan makna berdiri secara terpisah  dari medan makna yang lain maupun  medan makna yang terikat dalam hubungan dengan jaringan medan makna yang lebih luas. misalnya kata melihat yang  mampunyai medan makna sendiri, dan kata melihat di hubungkan denagn kata-kata lain, seperti menatap, menengok, menyontek, mengintip. Selain itu deskripsi medan makna dapat berupa keberadaan medan makna yang menyiratkan  stuktur dalam diri medan makna itu sendiri  yang dapat dilihat dari hubungan kata-kata yang membentuk keterkaitan makna yang dapat menghasilkan superordinat dan hiponim.
2.3.1 Hiponimi
            Kata hiponimi berasal dari bahasa yunani kuno, yaitu onoma  yang berarti nama  dan hypo berarti di bawah.  Jadi secara harfiah berarti nama yang termasuk dibawah nama lain. Secara semantik Verhaar 1978 dalam Abdul Chaer (2009: 99)  menyatakan “ hiponim ialah ungkapan (biasanya berupa kata, tetapi kiranya dapat juga frase atau kalimat) yang maknanya dianggap merupakan  bagian dari makna suatu ungkapan lain”. Misalnya kata tongkol  merupakan hiponim terhadap kata ikan. Sebab kata tongkol berada atau termasuk dalam makna kata ikan. Kalau relasi antara dua bua kata yang bersinonim, berantonim, dan berhomonim bersifat dua arah maka relasi antara dua buah kata yang berhiponim ini adalah searah. Jadi kata tongkol berhiponim terhadap kata ikan. Bersinonim menurut KBBI (2008:1315) adalah “ Hubungan antara bentuk bahasa yang mirip atau sama maknanya”. Menurut Henry Guntur Tarigan (2009:14) sinonim adalah “ penggantian kata-kata”. Sedangkan berantonim/ antonimi menurut KBBI (2008:77) “ oposisi makna dalam pasangan leksikal yang dapat dijenjangkan misal tinggi rendah”. Menurut Henri Guntur Tarigan (2009: 29)“ antonim adalah kata-kata yang mengandung makna yang berlawanan atau berkebalikan. Dan terakhir berhomonim/homonimi dalam KKBI (2008: 506) “hubungan antara dua kata yang ditulis dan/ atau dilafalkan dengan cara yang sama, tetapi yang tidak mempunyai makna yang sama. Menrut Henry Guntur Tarigan (2008:25) “homonim adalah kata-kata yang sama bunyinya tetapi mengandung arti serta pengertian yang berbeda”.
2.4  Teori Medan Makna
          Istilah teori medan makna atau theory of semantic field  atau field-theory berkaitan dengan teori bahwa perbendaharaan kata dalam suatu bahasa memeiliki medan struktur, baik secara leksikal maupun konseptual yang dapat dianalisis secara sinkronis, diakronis maupun paradigmatik. Teori yang semula dikembangkan oleh Herder (1772) dan Humboldt (1836) cukup mendapat perhatian dari beberapa ahli. Salah satu kajiannya adalah dari Trier (1934) dalam Aminuddin (2011:108) “bahwa dalam bahasa jerman terdapat kata kunts dan  list yang sekitar tahun 1200 memiliki makna dalam kaitannya dengan nilai etis dan nilai lain di luar etika”. Kedua kata tersebut tercakup dalam kata wisheit yang mengandung makna “ pengalaman keagamaan” .
          Toeri yang dikembangkan Trier tentang medan maknajuga memusatkan perhatiannya pada adanya asosiasi hubungan kata secara paradigmatik. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa teori medan makna selain berhubungan dengan masalah relasi makna kata dari periode yang berbeda, asosiasi hubungan kata secara paradigmatis sesuai dengan ciri referen dan konseptualisasinya. Juga berhubungan  dengan hubungan secara internal antara kata yang satu dengan kata yang lainnya.



























BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
          Semantik adalah salah satu cabang linguistik atau cabang ilmu bahasa yang mengkaji atau menelaah makna. Dari berbagai fenomena kehidupan budaya dan lingkungan masyrakat yang beragam sangat berpengaruh terhadap bahasa yang digunakan pentur, sehingga makna dari bahasa banyak dipengaruhi  oleh hal-hal di luar bahasa. Medan makna yang merupakan bagian dari sistem semantik adalah salah satu cara untuk menelaah berbagai bahasa yang maknanya menggambarkan ralitas kebudayaan yang direalisasikan oleh seperangkat unsur leksikal yang maknyanya berhubungan.
3.2 Saran
            Saran dari penulis adalah agar kita terus belajar dan terus berfikir kritis terhadap gejala-gejala yang ada didalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Kita harus mampu memahami dan menganalisa apa saja gejala yang terjadi di dalam perkembagan bahasa yang terus dipengaruhi oleh budaya-budaya yang ada, baik di luar negeri maupun di dalam negeri.









DAFTAR PUSTAKA
Djajasudarma, Fatimah. 2009. Semantik 2 Pemahaman Ilmu Makna. Bandung: Refika Aditama.
Guntur Tarigan, Henry. 1986. Pengajaran Pragmatik. Bandung: Angkasa.
Pateda, Mansoer. 2001. Semantik Leksikal. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Guntur Tarigan, Henry. 2009. Pengajara Semantik. Bandung: Angkasa
Chaer, Abdul. 2009. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta
Chaer, Abdul. 2002. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka
Sugiyono, DKK.2008.  Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: PT Gramedia
Aminuddin. 2011. Semantik Pengantar Studi Tentang Makna. Bandung: Sinar Baru Algensindo.
Alwi, Hasan, Dkk.2010. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka