Jumat, 06 Januari 2012

KONSEP FILSAFAT


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan ke hadirat Allah SWT, berkat rahmat dan karunia-Nya, kami kelompok 8 telah selesai membuat tugas makalah filsafat pendidikan islam ini.
Kami menyampaikan terima kasih kepada dosen yang telah memberi tugas makalah ini sehingga kami dapat memperoleh pengetahuan baru yang belum kami ketahui.
            Kami sebagai mahasiswa menyadari dalam penulisan makalah ini masih banyak terdapat kekurangan, Oleh karena itu kami mengharapkan masukkan dari pembaca, sehingga makalh ini menjadi lebih sempurna.
            Semoga maklah ini bermanfaat bagi dosen maupun mahasiswa/I dalam pelaksanaan kuliah “filsafat pendidikan islam”.
Akhir kritik dan saran kami harapkan.




Pekanbaru,19 November 2011
Wassalam
Kelompok 8








DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
BAB I PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang

1.2  Tujuan Penulisan

BAB II PEMBAHASAN
            2.1 PEMIKIRAN FILSAFAT IBNU SINA
            2.1.1 Filsafat Jiwa
            2.1.2 Filsafat Wujud
            2.1.3 Falsafat Wahyu dan Nabi               
2.2 TUJUAN PENDIDIKAN ISLAM MENURUT IBNU SINA
      2.2.1 Konsep Pendidikan Ibnu Sina
BAB III PENUTUP
            3.1       Kesimpulan
            3.2       Saran
DAFTAR PUSTAKA
           






BAB I PENDAHULUAN

1.1  LATAR BELAKANG

                Dalam sejarah pemikiran filsafat abad pertengahan, sosok Ibnu Sina dalam banyak hal unik, sedang diantara para filosof muslim ia tidak hanya unik, tapi juga memperoleh penghargaan yang semakin tinggi hingga masa modern. Ia adalah satu - satunya filosof besar Islam yang telah berhasil membangun sistem filsafat yang lengkap dan terperinci,suatu sistem yang telah mendominasi tradisi filsafat muslim beberapa abad. Pengaruh ini terwujud bukan hanya karena ia memiliki sistem, tetapi karena sistem yangia miliki itu menampakkan keasliannya yang menunjukkan jenis jiwa yang jenius dalam menemukan metode - metode dan alasan - alasan yang diperlukan untuk merumuskan kembali pemikiran rasional murni dan tradisi intelektual Hellenisme yang ia warisi danlebih jauh lagi dalam sistem keagamaan Islam.                   

1.1.1        TUJUAN PENULISAN

Tujuan penulisan makalah ini, agar terwujudnya pemikiran-pemikiran kita untuk berfikir secara mendalam mengenai ilmu kejiwaan dari pemikiran menurut pandangan ibnu sina.











BAB II PEMBAHASAN

2.1 PEMIKIRAN FILSAFAT IBNU SINA

2.1.1 Filsafat Jiwa

            Pemikiran terpenting yang dihasilkan Ibnu Sina ialah falsafatnya tentang jiwa, Ibnu Sina memberikan perhatiannya yang khusus terhadap pembahasan kejiwaan, sebagaimana yang dapat kita lihat dari buku - buku yang khusus untuk soal – soal kejiwaan ataupun buku - buku yang berisi campuran berbagai persoalan filsafat. Dalam segi fisika, ia banyak memakai metode eksperimen dan banyak terpengaruh oleh pembahasan lapangan kedokteran.

2.1.2 . Filsafat Wujud

            Bagi Ibnu Sina sifat wujudlah yang terpenting dan yang mempunyai kedudukan diatas segala sifat lain, walaupun essensi sendiri. Essensi, dalam faham Ibnu Sina terdapatdalam akal, sedang wujud terdapat di luar akal. Wujudlah yang membuat tiap essensiyang dalam akal mempunyai kenyataan diluar akal. Tanpa wujud, essensi tidak besar artinya. Oleh sebab itu wujud lebih penting dari essensi. Tidak mengherankan kalau dikatakan bahwa Ibnu Sina telah terlebih dahulu menimbulkan falsafat wujudiah atau existentialisasi dari filosof - filosof lain.Kalau dikombinasikan, essensi dan wujud dapat mempunyai kombinasi berikut :
1.  Essensi yang tak dapat mempunyai wujud, dan hal yang serupa ini disebut oleh Ibnu Sina mumtani yaitu sesuatu yang mustahil berwujud ( - impossible being).
2.  Essensi yang boleh mempunyai wujud dan boleh pula tidak mempunyai wujud.
Yang serupa ini disebut mumkin yaitu sesuatu yang mungkin berwujud tetapi
mungkin pula tidak berwujud.
Contohnya adalah alam ini yang pada mulanya tidak ada kemudian ada dan akhirnya akan hancur menjadi tidak ada.

3. Essensi yang tak boleh tidak mesti mempunyai wujud. Disini essensi tidak bisa
dipisahkan dari wujud. Essensi dan wujud adalah sama dan satu. Di sini essensi tidak
dimulai oleh tidak berwujud dan kemudian berwujud, sebagaimana halnya dengan essensi dalam kategori kedua, tetapi essensi mesti dan wajib mempunyai wujud selama-lamanya.
2.1.3  Falsafat Wahyu dan Nabi

            Pentingnya gejala kenabian dan wahyu ilahi merupakan sesuatu yang oleh Ibnu Sina telah diusahakan untuk dibangun dalam empat tingkatan : intelektual, imajinatif, keajaiban, dan sosio politis. Totalitas keempat tingkatan ini memberi kita petunjuk yang jelas tentang motivasi, watak dan arah pemikiran keagamaan. Akal manusia terdiri empat macam yaitu akal materil, akal intelektual, akal aktuil, dan akal mustafad. Dari keempat akal tersebut tingkatan akal yang terendah adalah akal materiil. Ada kalanya Tuhan menganugerahkan kepada manusia akal materiil yang besar lagi kuat, yang Ibnu Sina diberi nama al hads yaitu intuisi. Daya yang ada pada akal materiil semua ini begitu besarnya, sehingga tanpa melalui latihan dengan mudah dapat berhubungan dengan akal aktif dan dengan mudah dapat menerima cahaya atau wahyu dari Tuhan. Akal serupa ini mempunyai daya suci. Inilah bentuk akal tertinggi yang dapat diperoleh manusia dan terdapat hanya pada nabi - nabi.
Pemikiran Ibnu Sina yang banyak keterkaitannya dengan pendidikan, barangkali menyangkut pemikirannya tentang filsafah ilmu. Menurut Ibnu Sina ilmu terbagi menjadi 2 (dua), yaitu:
1.      Ilmu yang tak kekal
2.      Ilmu yang kekal (hikmah). Ilmu yang kekal dipandang dari peranannya sebagai alat disebut logika.

Berdasarkan tujuannya maka ilmu dapat dibagi menjadi 2 (dua), yaitu:

1.      Ilmu praktis seperti ilmu kealaman, matematika, ilmu ketuhanan dan ilmu kulli.
2.      Ilmu praktis adalah ilmu akhlak, ilmu kepengurusan, rumah ilmu, pengurusan kota dan ilmu nabi (syariah).
Menurut Ibnu Sina pendidikan yang diberikan oleh nabi pada hakikatnya adalah pendidikan kemanusiaan. Bahwa pemikiran pendidikan Ibnu Sina bersifat komprehensif.
                                                                                                            
2.2  TUJUAN PENDIDIKAN ISLAM MENURUT IBNU SINA

Menurut Ibnu Sina tujuan pendidikan adalah untuk mencapai kebahagiaan (sa’adat) kebahagian dicapai secara bertingkat, sesuai dengan tingkat pendidikan yang dikemukakannya, yaitu kebahagiaan pribadi, kebahagiaan rumah tangga, kebahagiaan masyarakat, kebahagian manusia secara menyeluruh dan kebahagian akhir adalah kebahagian manusia di hari akhirat.
Dalam pemikiran pendidikannya Ibnu Sina telah menguraikan tentang psikologi pendidikan, terlihat dari uraian-uraiannya mengenai hubungan anak dengan tingkatan usia, kemauan dan bakat anak. Dengan mengetahui latar belakang tingkat perkembangannya, bakat dan kemauan anak maka bimbingan yang di berikan kepada anak akan lebih berhasil.

2.2.1 Konsep Pendidikan Ibnu Sina
                         
1. Tujuan Pendidikan
Menurut Ibnu Sina, bahwa tujuan pendidikan harus diarahkan pada pengembangan seluruh potensi yang dimiliki seseorang ke arah perkembangannya yang sempurna, yaitu perkembangan fisik, intelektual dan budi pekerti. Selain itu tujuan pendidikan menurut Ibnu Sina harus diarahkan pada upaya mempersiapkan seseorang agar dapat hidup dimasyarakat secara bersama-sama dengan melakukan pekerjaan atau keahlian yang dipilihnya sesuai dengan bakat, kesiapan, kecendungan dan potensi yang dilmilikinya.
Khusus pendidikan yang bersifat jasmani, ibnu sina mengatakan hendaknya tujuan pendidikan tidak melupakan pembinaan fisik dan segala sesuatu yang berkaitan dengannya seperti olah raga, makan, minum, tidur dan menjaga kebersihan. Ibnu Sina berpendapat bahwa tujuan pendidikan adalah untuk mencapai kebahagiaan (sa’adat).
Melalui pendidikan jasmani olahraga, seorang anak diarahkan agar terbina pertumbuhan fisiknya dan cerdas otaknya. Sedangkan dengan pendidikan budi pekerti di harapkan seorang anak memiliki kebiasaan bersopan santun dalam pergaulan hidup sehari-hari. Dan dengan pendidikan kesenian seorang anak diharapkan dapat mempertajam perasaannya dan meningkat daya hayalnya.
Ibnu Sina juga mengemukakan tujuan pendidikan yang bersifat keterampilan yang ditujukan pada pendidikan bidang perkayuan, penyablonan dsb. Sehingga akan muncul tenaga-tenaga pekerja yang professional yang mampu mengerjakan pekerjaan secara professional.
2. Kurikulum
Secara sederhana istilah kurikulum digunakan untuk menunjukkan sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh untuk mencapai satu gelar atau ijazah. Konsep Ibnu Sina tentang kurikulum  didasarkan pada tingkat perkembangan usia anak didik. Untuk usia anak 3 sampai 5 tahun misalnya, menurut Ibnu Sina perlu diberikan mata pelajaran olahraga, budi pekerti, kebersihan,seni suara, dan kesenian. Pelajaran olahraga tersebut diarahkan untuk membina kesempurnaan pertumbuhan fisik si anak dan berfungsinya organ tubuh secara optimal. Sedangkan pelajaran budi pekerti diarahkan untuk membekali si anak agar memiliki kebiasaan sopan santun dalam pergaulan hidup sehari-hari. Selanjutnya dengan pendidikan kebersihan diarahkan agar si anak memiliki kebiasaan mencintai kebersihan. Dan dengan pendidikan seni suara dan kesenian diarahkan agar si anak memiliki ketajaman perasaan dalam mencintai serta meningkatkan daya khayalnya sebagaimana telah disinggung di atas.
Mengenai pelajaran kebesihan, Ibnu Sina mengatakan bahwa pelajaran hidup berusia dimulai dari sejak anak bangun tidur, ketika hendak makan, sampai ketika hendak bangun kembali. Dengan cara demikian, dapat diketahui mana saja anak yang telah dapat menerapkan hidup sehat, dan mana saja anak yang berpenampilan kotor dan kurang sehat.
Kurikulum untuk usia 6 sampai 14 tahun menurut Ibnu Sina adalah mencakup pelajaran membaca dan menghafal al-qur’an, pelajaran agama, pelajaran sya’ir dan pelajaran olah raga.
Pelajaran membaca dan menghafal menurut Ibnu Sina berguna di samping untuk mendukung pelaksanaan ibadah yang memerlukan bacaan ayat-ayat al-qur’an, juga untuk mendukung keberhasilan dalam mempelajari agama islam seperti pelajaran Tfasi Al-Qur’an, Fiqh, Tauhid, Akhlak dan pelajaran agama lainnya yang sumber utamanya Al-qur’an. Selain itu pelajara membaca dan menghafal Al-Qur’an juga mendukung keberhasilan dalam mempelajari bahasa arab, karena dengan menguasai Al-Qur’an berarti ia telah menguasai kosa kata bahasa arab atau bahasa Al-qur’an.dengan demikian penetapan pelajaran membaca Al-qur’an tampak bersifat startegis dan mendasar, baik dilihat daru segi pembinaan sebagai pribadi muslim, maupun dari segi pembentukan ilmuwan muslim, sebagaimana yang diperlihatkan Ibnu Sina sendiri. Sudah menjadi alat kebiasaan umat islam mendahulukan pelajaran Al-Qur’an dari yang lain-lain.
Hikmahnya :
    1. untuk mengambil berkat dan mengharapkan pahala
    2. khawatir kalau anak-anak tidak terus belajar lalu keluar sebelum sampai membaca/ menghafal al-qur’an. Akhirnya anak-anak tidak mengenal al-qur’an sama sekali.
Selanjutnya kurikiulum untuk usia 14 tahun ke atas menurut Ibnu Sina mata pelajaran yang diberikan amat banyak jumlahnya, namun pelajaran tersebut perlu dipilih sesuai dengan bakat dan minat si anak. Ini menunjukkan perlu adanya pertimbangan dengan kesiapan anak didik. Dengan cara demikian, si anak akan memiliki kesiapan untuk menerima pelajaran tersebut dengan baik. Ibnu sian menganjurkan kepada para pendidikagar memilihkan jenis pelajaran yang berkaitan dengan keahlian tertentu yang dapat dikembangkan lebih lanjut oleh muridnya.
Konsep kurikulum untuk anak 3 sampai 5 tahun misalnya, tampak masih cocok untuk diterapkan dimasa sekarang, sepeti pada kurikulum Taman Kanak-Kanak.
  1. Metode Pengajaran
Dalam setiap pembahasan materi pelajaran Ibnu Sina selalu membicarakan tentang cara mengajarkan kepada anak didik. Berdasarkan pertimbangan psikologinya, Ibnu Sina berpendapat bahwa suatu materi pelajaran tertentu tidak akan dapat dijelaskan kepada bermacam-macam anak didik dengan satu cara saja, melainkan harus dicapai dengan berbagai cara sesuai dengan perkembangan psikologisnya. Penyampaian materi pelajaran pada anak menurutnya harus disesuaikan dengan sifat dari materi pelajaran tersebut, sehingga antara metode dengan materi yang diajarkan tidak akan kehilangan daya relevansinya. Metode pengajaran yang ditawarkan Ibnu Sina antara lain metode talqin, demonstrasi, pembiasaan dan teladan, diskusi magang, dan penugasan.
Yang dimaksud dengan metode talqin dalam cara kerjanya digunakan untuk mengajarkan membaca al-qur’an, dimulai dengan cara memperdengerkan bacaan al-qur’an kepada anak didik sebagian demi sebagian. Setelah itu anak tersebut disuruh mendengarkan dan disuruh mengulangi bacaan tersebut perlahan-lahan dan dilakukan berulang-ulang hingga hafal. Cara seperti ini dalam ilmu pendidikan modern dikenal dengan nama tutor sebaya, sebagaimana dikenal dalam pengajaran dengan modul.
Mengenai metode demontrasi menurut Ibnu Sina dapat digunakan dalam cara mengajar menulis. Menurutnya jika seorang guru akan mempergunakan metode tersebut, maka terlebih dahulu ia mencontohkan tulisan huruf  hijaiyah di hadapan murid-muridnya. Setelah itu barulah menyuruh para murid untuk mendengarkan ucapan huruf-huruf hijaiyyah sesuai dengan makhrajnya dan dilanjutkan dengan mendemonstrasikan cara menulisnya.
Ibnu Sina mengatakan bahwa pembiasaan adalah termasuk salah satu metode pengajaran yang paling efektif, khususnya dmengajarkan akhlak. Cara tersebut secara umum dilakukan dengan pembiasaan dan teladan yang disesuaikan dengan perkembangan jiwa si anak.
Selanjutnya metode diskusi dapat dilakukan dengan cara penyajian pelajaran dimana siswa dihadapkan pada suatu masalah yang dapat berupa pertanyaan yang bersifat problematic untuk dibahas dan dipecahkan bersama.
Berkenaan dengan metode magang, Ibnu Sina telah menggunakan metode ini dalam kegiatan pengajaran yang dilakukannya. Para murid Ibnu Sina yang mempelajari ilmu kedokteran dianjurkan agar menggabungkan teori dan praktek. Yaitu satu hari diruang kelas untuk mempelajari teori dan hari berikutnya mempraktekan teori tersebut dirumah sakit atau balai kesehatan.
Selanjutnya berkenaan dengan metode penugasan adalah cara penyajian bahan pelajaran dimana guru memberikan tugas tertentu agar siswa melakukan kegiatan belajar. Dalam bahasa arab pengajaran dengan penugasan ini dikenal dnegan istilah at-ta’iim bi al-marasil ( pengajaran dengan mengirimkan sejumlah naskah atau modul ).
Dalam keseluruhan urasian mengenai metode pengajaran tersebut diatas terdaoat empat cirri penting, yakni:
  1. uraian tentang berbagai metode tersebut memperlihatkan adanya keinginan yang besar dari ibnu sina terhadap keberhasilan pengajaran.
  2. setiap metode yang ditawarkannya selalu dilihat dalam presfektif kesesuaiannya dengan bidang studi yang diajarkannya serta tingkat usia peserta didik.
  3. metode pengajaran yang ditawarkan Ibnu Sina juga selalu memperhatikan minat dan bakat si anak didik.
  4. metode yang ditawarkan ibnu Sina telah mencakup pengajaran yang menyeluruh mulai dari tingkat taman kanak-kanak sampai dengan tingka perguruan tinggi.

4. Konsep Guru.
Konsep guru yang ditawarkan Ibnu Sina antara lain berkisar tentang guru yang baik. Dalam hubungan ini Ibnu Sina mengatakan bahwa guru yang baik adalah berakal cerdas, beragama, mengetahui cara mendidik akh;ak, cakap dalam mendidik anak, berpenampilan tenang, jauh dari berolok-olok dan main-main dihadapan muridnya, tidak bermuka masam, sopan santun, dan suci murni.
Lebih lanjut Ibnu Sina menambahkan bahwa seorang guru itu sebaiknya dari kaum pria yang terhormat dan menonjol budi pekertinya, cerdas, teliti, sabar, telaten dalam membimbing anak-anak, adil, hemat dalam penggunaan waktu, gemar bergaul dengan anak-anak dll.
Berkenaan dengan tugas pendidikan, maka tugas seorang guru tidaklah mudah. Sebab pada hakekatnya tugas pendidikan yang utama adalah membentuk perkembangan anak dan membiasakan kebiasaan yang baik dan sifat-sifat yang baik menjadi factor utama guna mencapai kebahagiaan anak, oleh karena itu orang yang ditiru hendaklah menjadi pemimpin yang baik, contoh yang bagus dan berakhlak hingga tidak meninggalkan kesan  buruk dalam jiwa anak yang menirunya.
5. Konsep Hukuman dalam Pengajaran
Ibnu Sina pada dasarnya tidak berkenan menggunakan hukuman dalam kegiatan pengajaran. Hal ini didasarkan pada sikapnya yang sangat menghargai martabat manusia. Namun dalam keadaan terpaksa hukumanm dapat dilakukan dengan cara yang amat hati-hati. Ibnu Sina menyadari sepenuhnya, bahwa manusia memiliki naluri yang selalu ingin disayang, tidak suka diperlakukan kasar dan lebih suka diperlakukan halus. Atas dasar pandangan kemanusiaan inilah maka Ibnu Sina sangat membatasi pelaksanaan hukuman.
Ibnu Sina membolehkan pelaksanaan hukuman dengan cara yang ekstra hati-hati, dan hal itu hanya boleh dilakukan dalam keadaan terpaksa atau tidak normal. Sedangkan dalam keadaan normal, hukuman tidak boleh dilakukan. Sikap humanistic ini sangat sejalan dengan alam demokrasi yang menuntut keadilan, kemanusiaan, kesederajatan, dan sebagainya.



















BAB III PENUTUP

3.1       Kesimpulan
Dari penjelasan diatas dapat kita simpulkan bahwa PEMKIRAN IBNU SINA dalam pendidikan sangat lah besar, Ibnu Sina berpendapat bahwa tujuan pendidikan adalah untuk mencapai kebahagiaan (sa’adat), Yang dilimpahkan oleh Allah SWT tiada tuhan selain-Nya.


3.2       Saran

            Saran kami adalah sesuai dengan materi kuliah kita mengenai tujuan pendidikan islam sesuai pemikiran IBNU SINA, kita sebagai umat islam haruslah menuntut ilmu sesuai anjuran agama, yang menganjurkan menuntut ilmu dari lahir hingga akhir hayat, dengan kepribadian akhlak yang mulia sesuai dengan Al-qua’an dan hadist.












DAFTAR PUSTAKA

Jalaluddin. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. 1996, hal 136-138.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar